
Mengungkapkan realitas politik
sebagaimana dingkapkan sebelumnya tegas disimpulkan bahwa transformasi politik
adalah suatu keniscayaan, sehingga sekurang-kurangnya yang menjadi agenda atas
persoalan itu adalah; Pertama; soal bagaimana para elit-elit partai politik
mampu memberi arti keberadaan suatu partai politik, bukan semata pada tujuannya
untuk menjadi instrumen pencapaian kedudukan, tetapi jauh lebih berarti adalah
menggerakan fungsi-fungsinya untuk mengartikulasikan kemaslahatan rakyat
banyak. Kedua, bagaimana elit-elit para pelaku politik untuk tidak terjebak
pada adagium dan paradigma lama untuk meletakkan status quo, tetapi pada komitmen
dan integritas sebagai elemen perubah. Ketiga, bagaimana para pelaku politik
mampu mendorong tercipatanya sistem politik di satu sisi, dan menggerakkannya
secara komplementer dengan budaya politik yang bertum-buh kembang di tengah
masyarakat.

Jika ketiga soal tersebut
dijadikan sebagai agenda transformasi politik, maka selain kaum intelektual dan
cerdik cendekia posisi peran pemuda diharapkan menjadi instrumen penentu,
sebagaimana rentetan pergerakannya yang dicatatkan dengan tinta emas dalam
potret sejarah perubahan bangsa Indonesia, baik sebelum kemerdekaan
(kebangkitan nasional 1908, per-sepakatan satu bangsa 1928, dan memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia 1945), maupun sesudah Indonesia merdeka. Hanya saja, persoalan lain yang
sampai saat ini belum terselesaikan, adalah soal pola dan bentuk gerakan kaum
muda dalam menggerakkan suatu perubahan. Yaitu antara gerakan struktural dalam
bentuk pemberontakan, ataukah gerakan kultural dalam bentuk penciptaan kesadaran
hak-hak dan tanggungjawab sebagai warga negara. Penganut gerakan kultural
menuding bahwa gerakan struktural tidak menyentuh pada substansi persoalan,
semen-tara penganut struktural berdalih bahwa gerakan kultural sangat lamban
dalam melakukan perubahan. Meskipun, dari sisi proses keduanya memiliki tarik
ulur yang sama kuatnya, tetapi ketemu pada tujuan pencapaiannya dalam
melaku-kan perubahan.

Untuk itulah, selain karena
memiliki pembenarannya masing-masing, juga karena keduanya memiliki pencapaian tujuan
yang sama, sehingga soal itu tidak mesti harus diselesaikan. Tetapi dalam
melakukan transformasi politik era reformasi, keduanya sama-sama menjadi
penting. Transformasi politik di satu sisi adalah soal struktural, sebagaimana
tujuan partai politik untuk mencapai kekuasaan, membangun sistem politik, dan
bagaimana para pelaku politik mampu menggerakkannya. Selebihnya transformasi
politik secara kultural menjadi suatu yang absah, yaitu bagaimana menggerakkan
partai politik untuk menjalankan fungsi-fungsinnya bagi masyarakat
setidak-tidaknya para pengikutnya, untuk menciptakan suatu budaya politik yang
egalitarian, berdasarkan komitmen pembaharuan dari para pelaku politik.
0 comments:
Posting Komentar